-->

Hello, this is me!

Nur Imroatun Sholihat

Your friend in learning IT audit Digital transformation advocate a-pat-on-your-shoulder storyteller

31 Oct 2012

TRAVELERS’ TALE BELOK KANAN: BARCELONA!

  • October 31, 2012
  • by Nur Imroatun Sholihat
Saya baru saja selesai membaca Travelers’ Tale Belok Kanan: Barcelona!. A bit too late sih, kalau nggak mau dibilang telat banget baca bukunya. Hihi. Saya memutuskan membaca buku itu dengan dua pertimbangan: kata Barcelona yang notabene ada di wish list saya (namanya juga wish list, sah-sah aja ya, hehe) untuk dikunjungi (aamiin) dan a very cool opening, sebuah email dari sahabat sejak SD tentang pernikahannya dengan seorang gadis Catalonia. 

Masing-masing sahabat kemudian bercerita tentang keterkaitan mereka dengan si pengirim email, Francis Lim. Farah yang sedari dulu menyukai Francis–membanjiri emosi saya dengan perasaan I want to stop that marriage at all cost seolah-olah saya juga memiliki kisah yang sama. Yusuf yang suka Farah gara-gara peristiwa bedah kodok di pelajaran Biologi (God bless biology, hihi) tapi bertepuk sebelah tangan—membenturkan saya pada kekonyolan si ceplas ceplos yang jatuh hati setengah mati pada gadis yang jelas-jelas suka pada pria lain. Dan Retno yang awalnya mengenal Francis lewat bakpao, menolak lelaki itu 2 kali gara-gara perbedaan keyakinan sampai akhirnya terpuruk karena undangan pernikahan dari Francis. Uniknya, 3 orang sahabat Francis itu hidup di 3 negara berbeda. Farah di Hoi An, Vietnam; Yusuf di Cape Town, Afsel; dan Retno di Kopenhagen, Denmark.

Francis, sang center cerita adalah seorang concert pianist yang travelling city by city. Berniat menikahi gadis Katalan yang cantik sebelum akhirnya dilanda kebimbangan, benarkah dia tidak menjadikan calon istrinya itu pelarian hatinya dari Retno saja? Jangan-jangan he just likes the idea of falling in love with someone else, asal bisa melupakan gadis yang disebut-sebutnya sebagai gadis ayu: Retno. 

Dikisahkan, ketiga sahabat itu berusaha keras untuk datang ke pernikahan Francis. Farah keukeuh datang untuk menyatakan perasaannya dan menghentikan pernikahan Francis. Yusuf datang untuk mencegah Farah. Hadeh. Dan Retno yang tiba-tiba menelpon Francis dan mendengar Francis mengatakan “kalau kamu mau aku nikahin, detik ini juga aku langsung terbang ke Kopenhagen”. 

Mungkin multicountry-setting story ini nggak bakal semanis ini dibaca kalau bukan karena love story inside yang dengan ajaibnya mengundang imaji tentang anak muda yang konyol, nekat berjalan ke mana arah hati menuntun, persahabatan yang manis, sampai proses mengejar tujuan batin. Saya suka cara Retno menunjukkan perhatiannya, “Duh, Cis.. jangan undang saya ke konser kamu lagi, deh. Saya deg-degan sepanjang kamu main. Takut kamu tuh salah en berhenti di tengah en gak bisa nerusin lagi! Gak berhenti-hentinya saya berdoa buat kamu lho Cis.”. Simple, konyol, tapi dalem. Saya suka lelucon basi dari Yusuf tentang “flying cow thereeeeeee” untuk mengelabui orang-orang di negara mana pun, entah kenapa nggak ilang lucunya meski sering dipake di buku ini. Saya suka Farah yang passionate dan menyenangkan. Saya suka Francis yang jago main piano. Hihi, yang ini subjektif. Saya sangat suka denger suara piano, entah kenapa. 

Di dalem buku ini juga ada tips-tips travelling. Rasanya pengetahuan backpacking saya jadi nambah setelah baca buku ini. Saya jadi semakin pengen mengunjungi tempat-tempat jauh di luar sana. Saya juga jadi teringat tulisan Dr. Rhenald Khasali yang berjudul Paspor. Paspor adalah jalan kita melihat dunia di luar sana. 

Hmmm, its not a bad idea saving money from now to go somewhere i dreamed of. Saya benar-benar berterima kasih pada buku itu untuk menambah energi mimpi saya untuk pergi ke dunia di luar sana. Saya juga berterima kasih karena tulisan berjudul Paspor itu terus membayang di benak saya dan menguatkan niat saya. 

Dan yang terpenting mungkin, first step saya. Tahun depan, saya berencana membuat paspor bersama seorang sahabat bernama Maul (eaaaa, sesuai amanah artikel si guru besar UI, paspor bisa memotivasi). Penting rasanya untuk memasang niat dan target atas langkah perdana. Bukankah kata Lao Tzu, A thousand mile journey begins with a first step?

0 Comments:

Post a Comment

Videos

Jakarta, Indonesia

SEND ME A MESSAGE